I.
PENDAHULUAN
Secara historis abad modern dimulai sejak adanya krisis abad
pertengahan. Selama dua abad (abad 15 dan 16) di Eropa muncul sebuah gerakan
yang menginginkan seluruh kejayaan filsafat dan kebudayaan kembali hadir
sebagaimana pernah terjadi pada masa jayanya Yunani kuno. Gerakan tersebut
dinamakan renaissance. 2 Renaissance berarti kelahiran kembali, yaitu lahirnya
kebudayaan Yunani dan kebudayaan Romawi.3Pada saat itu gejala masyarakat untuk
melepaskan diri dari kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa.
Abad pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara bebas, manusia
dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun lamanya.
Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul keinginan yang
kuat, sehingga memunculkan penemuan-penemuan baru dalam bidang seni dan sastra,
dari penemuan tersebut sudah memperlihatkan suatu perkembangan baru. Manusia
berani berpikir secara baru, antara lain mengenai dirinya sendiri, manusia
menganggap dirinya sendiri tidak lagi sebagai viator mundi, yaitu orang
yang berziarah di dunia ini, melainkan sebagai faber mundi, yaitu orang
yang menciptakan dunianya.
Pada saat itu manusia mulai dianggap sebagai pusat kenyataan, hal
itu terlihat secara nyata dalam karya-karya seniman zaman renaissance seperti
Donatello, Botticelli, Michelangelo (1475-1564), Raphael (1483-1520, Perugino
(1446-1526, dan Leonardo da Vinci (1452-1592). Dalam bidang penjelajahan
terlihat beberapa nama besar seperti Cristopher Colombus (1451-1506) dan
Ferdinand Magellan (1480-1521).
Tradisi pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma
bagipengembangan budaya Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di
semua segi dari seluruh lini kehidupan. Memahami tradisi pemikiran Barat
sebagaimana tercermin dalam pandangan filsafatnya merupakan kearifan tersendiri,
karena kita akan dapat melacak segi-segi positifnya yang layak kita tiru dan
menemukan sisi-sisi negatifnya untuk tidak kita ulangi.zaman Abad Modern, para
filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, maka
corak filsafat zaman ini lazim disebut antroposentris. Filsafat Barat modern
dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan filsafat Abad
Pertengahan.Letak perbedaan itu terutama pada otoritas kekuasaan politik dan
ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang
oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan
itu terletak pada kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern
tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada
dirinya sendiri yaitu akal. Kekuasaan yang mengikat itu adalah agama dengan
gerejanya serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut.
Keempat, adalah Abad Kontemporer dengan ciri pokok pemikiran logosentris,
artinya teks menjadi tema sentral diskursus filsafat.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana awal perkembangan
abad modern?
B.
Apa saja pemikiran-pemikiran abad modern?
III.
PEMBAHASAN
A. Awal Perkembangan abad Modern
Kebangkitan kembali ilmu pengetahuan di Benua Eropa ini menandai
lahirnya abad modern. Dalam dengan
tuntutan efisiensi kerja yang tinggi, yang diterapkan kepda semua bidang
kehidupan[1].
Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renainsans dan
masa pencerahan. Masa Renainsans (abad ke-14 hingg ke-17) dan masa pencerahan
(abad ke 18) adalah periode yang menjembatani abad pertengahan ke abad modern.
Akhir abad ke 16 Eropa memasuki abad sangat menentukan dalam dunia
perkembangan filsafat, sejak Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk
menyusun suatu sistem filsafat dengan dunia yang berpikir dalam pusatnya, yaitu
suatu sistem berpikir rasional. Rasionalisme adalah paham filsafat yang
mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh
pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme pada dasarnya ada dua macam,
yaitu dalam bidang agama dan filsafat, dalam agama rasionalisme adalah lawan
autoritas.[2]
Sementara dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme.
Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran
agama, rasionalisme dalam filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.
Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada sejak Thales ketika
merumuskan filsafatnya, kemudian pada kaum sofis dalam melawan filsafat
Socrates, Plato dan Aristoteles, dan beberapa filsuf sesudahnya. Dalam abad
modern tokoh utama rasionalisme adalah Rene Descartes. sebab
Descarteslah orang yang membangun fondasi filsafat jauh berbeda bahkan
berlawanan dengan fondasi filsafat abad pertengahan. Dasar filosofis utama
Descartes adalah bahwa perkembangan filsafat sangat lambat bila dibandingkan
dengan laju perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh
gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambatnya perkembangan
filsafat. Descartes ingin melepaskan dari dominasi gereja dan mengembalikan
pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah empirisme. aliran
ini lebih menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan peran akal dalam
memperoleh pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari
rasionalisme. Dalam menguatkkan doktrinya, empisme mengembangkan dua teori,
yaitu teori tentang makna yang begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam buku
An Essay concerning human understanding ketika ia menentang innate
idea (ide bawaan) rasionalisme Descartes. Teori tentang makna kemudian
dipertegas oleh D. Hume dalam bukunya Treatise of human nature dengan
cara membedakan antara idea dan kesan (impression). Pada abad 20 kaum
empirisis cendrung menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu
konsep diterapkan dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang teori
makna berdekatan dengan positivisme logis. Oleh karena itu, bagi penganut
empirisis jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi
sebagai pola jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan
peristiwa yang sama. Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut pengikut
rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian mempunyai
sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika yang
dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat institusi
rasional. Empirisme menolak pendapat seperti itu, mereka menganggap bahwa
kebenaran hanya aposteriori yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh
empirisme yang eksis mengembangkan teori ini J. Locke, D. Hume dan H. Spencer.
Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan kritisisme sudah
terjebak pada paham eklusivisme, ke dua aliran ini sama-sama mempertahankan
kebenaran, seperti rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah
rasio, sementara empirisme mengatakan sumber pengetahuan adalah pengalaman,
padahal masing-masing aliran ini memiliki kelemahan-kelemahan. Dalam kondisi
seperti itu Immanual Kant tampil untuk mendamaikan kedua aliran tersebut,
menurut Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua unsur yaitu
‘pengalaman inderawi’ dan ‘keaktifan akal budi’. Pengalaman inderawi merupakan
unsur aposteriori (yang datang kemudian), akal budi merupakan unsur apriori
(yang datang lebih dulu). Empirisme dan rasionalisme hanya mementingkan
satu dari dua unsur.
Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam bidang filsafat
dengan kritisismenya, diteruskan dengan lebih radikal lagi oleh pengikutnya. 11
Para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal
murni tidak akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu
dicari suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan. Para
idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant dan mereka menyangkal adanya ‘das
ding an sich’ (realitas pada dirinya). Menurut mereka, Kant jatuh dalam
kontradiksi dengan mempertahankan ‘das ding an sich’. Menurut Kant
sendiri penyebab merupakan salah satu katagori akal budi dan akibatnya tidak
boleh disifatkan pada das ding an sich. Karena alasan-alasan serupa itu
para idealis mengesampingkan ‘das ding an sich’. Menurut pendapat mereka
tidak ada suatu realitas pada dirinya atau suatu realitas yang objektif.
Realitas seluruhnya merupakan hasil aktivitas suatu subjek, yang dimaksud
subjek di sini bukan subjek perorangan melainkan subjek absolut. Pemikiran
idealisme dikembangkan oleh Fichte dengan idealisme subjektif, Schelling dengan
idealisme objektif dan Hegel dengan idealisme mutlak.
Perkembangan filsafat idealisme yang menyetarafkan realitas
seluruhnya dengan roh atau rasio menuai pesimisme dengan lahirnya positivisme.
Aliran ini mulanya dikembangkan oleh A. Comte, menurut positivisme pengetahuan
tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta, untuk itu pengetahuan empiris menjadi
contoh istimewa bagi aliran ini, sehingga mereka menolak metafisika dan
mengutamakan pengalaman, meskipun positivisme mengandalkan pengalaman dalam
mendapatkan pengetahuan, namun mereka membatasi diri pada pengalaman objektif
saja.
Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan positif berkembang
pesat di Eropa dan Amerika. Salah satu metode kritis yang berkembang pada waktu
itu yaitu munculnya filsafat fenomenologi sebagai sumber berpikir kritis.
Fenomenologi adalah metode yang diperkembangkan oleh Edmund Husserl berdasarkan
ide-ide gurunya Franz Brentano.
Sementara di Amerika salah satu aliran filsafat berkembang adalah
aliran pragmatisme. Aliran ini mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja
yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dan bermanfaat secara praktis. Ide
aliran pragmatisme berasal dari William James, pemikiran James pada awalnya
sederhana karena James melihat bahwa telah terjadi pertentangan antara ilmu
pengetahuan dengan agama sehingga tujuan kebenaran orang Amerikan terlalu
teoritis, ia menginginkan hasil yang kongkret, untuk menemukan esensi tersebut
maka harus diselidiki konsekwensi praktisnya.
Filsafat kadang kala lahir tidak selamanya dalam keadaan normal,
salah satunya adalah eksistensialisme. Lahirnya eksistensialisme berangkat dari
suatu krisis kemanusiaan akibat perang dunia I terutama di Eropa barat, dalam
bidang filsafat eksistensialisme mengkritik paham materialisme yang menganggap
manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek. Manusia berpikir,
berkesadaran inilah yang tidak disadari oleh materialisme. Dengan demikian
manusia dalam pandangan materialisme melulu menjadi objek. Sementara idealisme
sebaliknya, berpikir dan berkesadaran dilebih-lebihkan sehingga menjadi seluruh
manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain
selain pikiran. Idealisme dalam hal ini hanya memandang manusia sebagai subjek.
Aliran ini dikembangkan oleh Soren Kierkegaard kemudian diteruskan oleh Jean
Paul Sartre.
1.
Renainsans
Jembatan antara abad
pertengahan dan zaman modern adalah zaman yang disebut renesance, “kelahiran
kembali” berasal dari bahasa Perancis yang merupakan terjemahan dari bahasa
Italia. Zaman modern
awal dimotori oleh gerakan Renainsans. Pergolakan kultur dalam perkembangan
epistemologi zaman ini mulai ditandai dengan adanya pengaruh renainsans yang
mengawali proses peralihan dari kebudayaan abad pertengahan menjadi suatu abad
modern.
Zaman ini menggambarkan manusia sebagai animal rationale, karena
pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas berkembang secara kritis dan sangat
tajam. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usahanya sendiri dengan tidak
didasarkan atas campur tangan ilahi. Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern
sudah mulai dirintis pada zaman renainsans ini. Ilmu pengetahuan yang paling
berkembang cepat pada zaman ini adalah astronomi dan ilmu alam. Tokoh-tokohnya
yang terkemal antara lain:
a)
Nicolao Bernardo Machiavelli (1469-1527)
Ini disebut sebagai bapak ilmu politik atau ilmu negara
modern.Machiavelli berusaha untuk mengadakan pemikiran mengenai politik dan
negara seperti yang dilakukan pada ilmu-ilmu alam. Maksudnya adalah guna
memperoleh kepastian-kepastian di dalam politik.
b)
Gallileo Gallilei (1564-1642)
Dia adalah matematikus yang meletakkan dasar fisika modern. Ia
menerima pendapat Copernicus dan sekaligus menentang pandangan gereja yang
bersifat geosentris. Gallileo-Gallilei membuat teropong bintang yang besar pada
saat itu dan mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung.
Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada Zaman
Renainsans ini.
Langkah-langkah Gallileo ini menanamkan pengaruh besar bagi
perkembangan ilmu pengetahuan modern. Hal ini disebabkan karena ia telah
menunjukkan beberapa hal, seperti pengamatan (observation), penyingkiran
(elimination) segala hal yang tidak teramati, idealisme (abstraction),
penyusunan teori secara spekulatif atas peristiwa. Disamping itu, Gallileo juga
menganjurkan adanya peramalan (prediction), pengukuran ( measurement), dan
percobaan (experiment) untuk menguji teori yang didasarkan pada ramalan-ramalan
matematis.
c)
Francis Bacon (1561-1626)
Dikenal sebagai bapak Empirisme Inggris. Bacon begitu kuat
dipengaruhi oleh Renainsans. Ia menganjurkan pendekatan induktif untuk
menemukan kebenaran. Prosedur metode induktif ditetapkan dengan langkah-langkah
yang pasti dan jelas untuk membuat percobaan dan menarik kesimpulan dari
percobaan tersebut untuk diuji dalam
percobaan yang lebih jauh.[3]
2.
Pencerahan
Pergolakan
pemikiran yang menandai adanya pergolakan kultural dalam sejarah epistemologi
zaman ini diwarnai dengan lahirnya gerakan pencerahan . pencerahan sebagai
sebuah gerakan kultural zaman ini, memicu bangkitnya kepercayaan yang makin
besar dari manusia mengenai kemampuan pikirannya. Melalui gerakan ini,
Rasionalisme dan Empirisme berkembang pesat. Manusia menjadi sadar bahwa dengan
pikirannya ia akan mampu membangun dunia, masyarakat, dan sejarah.
Kepercayaan ini telah melahirkan sebuah gerakan yang ingin
mewujudkan perubahan-perubahan baru. Zaman pencerahan ini menandai munculnya
pemikiran-pemikiran baru dalam bidang politik, kenegaraan, sastra, serta
pemikiran keagamaan. Zaman pencerahan ini menunjukkan bahwa orang sudah menjadi
makin kritis terhadap agama, khususnya terhadap institusi agama. Gerakan ini
dikenal sebagai gerakan “kemerdekaan” karena manusia mau melepaskan diri dari
belenggu sistem keagamaan dan legitimasi supranatural. Tujuannya adalah supaya
kehidupan manusia dapat dibangun sepenuhnya di atas dasar kepercayaan kepad
potensi yang ada pada dirinya dan alamnya. Ciri perkembangan gerakan ini lebih
bersifat serba rasional, natural, dan intelektual. Zaman ini ditandai dengan
munculnya pemikir-pemikir besar diantaranya:
a)
Immanuel Kant (1724-1804)
Ia seorang ilmuan, filsuf, dan teolog. Tidak mustahil perkembangan
pemikirannya sangat dipengaruhi oleh kenyataan tersebut. Ia mengawali programnya
ini dengan melakukan pengkajian secara mendasar untuk menemukan
kepastian-kepastian bagi perkembangan pengetahuan. Melalui ini dapat
dikembangkan suatu penataan epistemologi yang sifatnya utuh.Tema pokok yang
sangat menonjol dalam pemikiran immanuel kant adalah rasio murni. Menurut kant,
untuk mengetahui dasar kepastian, orang perlu mengenal lebih dahulu hakikat
inti pengetahuan itu sendiri yaitu noumeon atau objek pada dirinya sendiri
sebagai hal yang tidak dapat diketahui.
b) Georg Wihelm
Friedrich Hegel (1770-1831)
Perkembangan pemikiran hegel tampaknya sebagai reaksi terhadap
situasi kultural zamannya.Menurut hegel, akal budi harus dapat merealisasikan
dirinya tanpa halangan apa pun. Akal budi tidak perlu lagi kritis terhadap
dirinya, ia harus menjadi “ afirmatif” (membenarkan dan menyatakan dirinya),
karena pada hakikatnya akal budi telah mencapai kesempurnaan pada dirinya,
yakni kesempurnaan roh. Tema-tema besar yang dikembangkan dalam pemikiran hegel
adalah: Geist (jiwa, budi) , dialektika, dan sejarah. Menurut hegel, roh
(Geist) adalah sang Mahasemesta melalui jalan dialektika, roh membentuk sejarah
alam, sejarah manusia, dan sejarah kebudayaan.
Berbagai pemikiran yang berkembang pada zaman Renainsans dan
pencerahan pada akhirnya terpadu dalam cara berfikir dan menyelesaikan masalah
dengan menekankan pada: pengamatan, pola argumen yang rasional (rasionalitas),
dan metode presentasi dan kalkulasi ( empiris-eksperimental dan kuantitatif).
Perkembangan paradigma berpikir ilmiah itu melahirkan tiga gerakan baru yang
memacu perkembangan dinamis masyarakat modern, yaitu: (1) berkembangnya
kapitalisme, (2) penemuan sublektivitas manusia modern, dan (3) rasionalisme.[4]
B. Dieara filsafat
modern munculnya berbagai aliaran-aliran pemikiran yaitu diantaranya:
Filsafat Modern merupakan pembagian dalam sejarah filsafat barat
pada abad ke-17 hingga awal abad ke-20, sekaligus menjadi tanda berakhirnya era
skolastisisme. Zaman filsafat modern dimulai sejak munculnya rasionalisme lewat
pemikiran Descartes, seorang filsuf terkemuka di zaman Modern. Pada masa ini
rasionalisme semakin kuat, sehingga tidak mudah menentukan mulai dari kapan
Filsafat Abad Pertengahan berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa Abad
Pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa Renaissance,
yang kemudian ditandai lahirnya Masa Modern. Satu hal yang yang menjadi
perhatian pada masa Renaissance ini adalah perkembangannya. Timbulnya ilmu
pengetahuan yang modern, berdasarkan metode eksperimental dan matematis,
menjadikan segala sesuatunya, terutama di bidang ilmu pengetahuan, mengutamakan
logika dan empirisme. Aristotelian (penganut faham Aristoteles) menguasai
seluruh Abad Pertengahan ini melalui hal-hal tersebut. Dari sudut pandang
sejarah, pada masa ini Filsafat Barat menjadi penggung perdebatan antar filsuf
terkemuka. Setiap filsuf tampil dengan gaya dan argumentasinya yang khas.
Argumentasi mereka pun tidak jarang yang bersifat kasar dan sinis, kadang tajam
dan pragmatis, ada juga yang sentimental. Sejarah filsafat pada masa modern ini
meliputi beberapa masa berikut tokoh-tokohnya, yaitu:
a.
Renaissance
Kata renaissance ini berasal dari kata bahasa Prancis yang artinya
adalah “Kelahiran kembali atau kebangkitan kembali”. Sementara dalam bahasa
latin ada kata yang juga menunjuk pada kata pengertian seperti kata Prancis
yaitu “Nascientia” yang berarti kelahiran, lahir atau dilahirkan (Nasiar,
Natus). Jadi arti dari semua istilah dari berbagai bahasa tadi menunjuk pada
suatu gerekan yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali
dalam keadaban. Gerakan ini juga menunjuk pada zaman dimana ditekankan otonomi
dan kedaulatan manusia dalam berpikir, berkreasi serta mengembangkan seni dan
sastra dan ilmu pengetahuan.
Gerakan ini diterapkan pada periode waktu di Eropa Barat yang
merentang dari abad XIV hingga XVI. Dengan adanya kelahiran kembali semangat
untuk menghidupi kembali apa yang pernah ada. Orang mulai “come back to
basic” untuk mengangkat sekaligus menghargai kemampuan manusia sebagai
makhluk rasional, yakni suatu zaman dimana peradaban begitu bebas, pemikiran
tidak dikungkung, dan sains mengalami kemajuan. Manusia dipandang sebagai
makhluk otonom yang sama sekali tidak menggantungkan diri pada kebenaran
iman/wahyu, seperti pada abad pertengahan. Manusia berusaha dengan kekhasanya
sebagai makhluk rasional untuk menemukan berbagai kebenaran.
Corak khas dari
Renaissance adalah:
1.
Bersifat Individualistis.
Zaman ini boleh dikatakan bahwa orang menemukan dua hal yaitu dunia
dan dirinya sendiri. Orang mulai menemukan bahwa pengenalan akan dirinya
sendiri merupakan suatu nilai dan sekaligus menjadi kekuatan bagi pribadinya.
Penemuan akan kemampuan yang ada pada diri sendiri jusrtu membuka peluang bagi
kelanjutan kreatifitas yaang mau dilakukan oleh manusia. Dalam suasana seperti ini muncullah suatu kesadaran akan kemampuan yang
didasarkan pada rasio manusia itu sendiri. Perlahan orang mulai masuk pada
sikap individualitas, tapi bukan pada arti yang sangat sempit. Melainkan bahwa
pencarian kebenaran hendaknya harus dicapai melalui kekuatan sendiri. Beberapa
tokoh zaman ini dalam bidang sains, diantaranya; Nikolaus Kopernikus
(1473-1543), dengan teorinya bahwa matahari beredar di pusat jagat raya, dan
bumi mempunyai dua gerak yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan
perputaran tahunan mengitari matahari; Galileo Galilei (1564-1642), dengan teorinya
tentang gravitasi; Nicola Machiavelli (1469-1527), dengan teorinya bahwa
pemimpin yang di takuti lebih baik dari pemimpin yang dicintai belaka karena
ketakutan bisa mencegah timbulnya kecenderungan untuk melawan kekuasaan; dan,
Thomas Hobbes (1588-1679) dengan teorinya “Homo homini lupus”, bahwa manusia
senantiasa terancam keselamatannya oleh sesamanya. Oleh karena itu manusia
memerlukan adanya lindungan dan pusat lindungan itu adalah negara, artinya
bahwa negara harus mempunyai kekuasaan mutlak atas warganya.
2.
Bersifat Humanis
Dalam masa renaissance Paham Teosentris mulai bergeser menuju paham
antroposentris. Sebuah paradigma yang menitikberatkan pada pemikiran,
pengembangan ilmu, dan peradaban pada manusia sebagai pusatnya. Masa
Renaissance menjadi dasar pembentukan Filsafat Rasionalisme pada abad 17,
dengan tokohnya yang sangat berpengaruh, yakni Rene Descartes. Ia dijuluki
sebagai Bapak Filsuf Modern dengan ungkapannya yang terkenal adalah “Cogito
Ergo Sum”. Penegasan yang mendasar dari Rene Descartes ini adalah penghargaan
terhadap manusia. Menururtnya segala hal boleh kita ragukan namun yang tak
perlu diragukan adalah saya yang berpikir tentang segala sesuatu yang berada
diluar saya.
b.
Rasionalisme
Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa
rasio adalah sumber dari segala pengetahuan. Dengan demikian, kriteria
kebenaran berbasis pada intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model
rasionalisme, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual
manusia.
Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani
kuno. Salah satu tokohnya oleh Socrates, yang mengajukan sebuah proposisi
terkenal bahwa, sebelum manusia memahami dunia maka ia harus memahami dirinya
sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio. Para pemikir
rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof diantaranya adalah
membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya disokong
oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan
menggunakan rasio.
Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan
metode matematika (rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme
diantaranya adalah Descartes, Leibniz, dan Spinoza. Sumbangan rasionalisme
tampak nyata dalam hasil karya teknologi industri dan informasi
c.
Idealisme
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa
doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari
kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan, eksis di dalam ruang
kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman
inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas
materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal.
Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan
dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu
tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique
of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat
tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan
bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang
berada dalam ruang kesadaran manusia. Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme
transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional
dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran
transedental yang berada pada pikiran manusia.
Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh George Hegel, dengan
mengenalkan “jalan tengah”, sebuah gagasan pendekatan dialektis yang tidak
memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari
kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah yang kemudian melahirkan konsep
‘spirit’, sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme
absolut’.
Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah
jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti
empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada
bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori.
d.
Empirisme
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan
kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan
bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati
dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap
abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama
pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah.
Tradisi empiris dipelopori oleh beberapa tokoh dari kalangan
ilmuwan berkebangsaan Inggris, seperti John Locke, George Berkeley, dan David
Hume.
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu
pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan.
Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai
evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu
pengetahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme
menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial.
e.
Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa
kriteria kebenaran sesuatu terletak pada nilai kegunaan sesuatu tersebut dalam
kehidupan nyata. Sehingga kebenaran sifatnya menjadi tidak mutlak. Mungkin
sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi
masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep
itu dinyatakan benar oleh masyarakat kedua.
Tradisi pragmatisme muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis
yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis
dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu
haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental, kemudian menggantinya
dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mazhab
pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan
merupakan tujuan.
Para pelopor aliran ini, diantaranya; William James (1842), dengan
pandangan filsafatnya bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang
bersifat tetap, atau berdiri sendiri dari akal yang mengenalnya. Menurutnya
James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja.
Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan.
Kepercayaan agama dia katakan hanya berlaku bagi orang-perorang, dan nilainya
subyektif-relative, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepada orang tersebut
suatu hiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai, keamanan dan
sebagainya. Segala macam keagamaan mempunyai nilai yang sama, jikalau akibatnya
sama-sama memberikan kepuasan kepada kebutuhan keagamaan.
f.
Marxisme
Marxisme adalah sebuah paham yang mengikuti pandangan-pandangan
dari Karl Marx. Marx adalah filsuf yang menyusun sebuah teori besar terkait
sistem ekonomi, sosial, dan politik. Pengikut teori ini disebut sebagai Marxis.
Marxisme mencakup materialisme dialektis dan materialisme historis, serta
penerapannya pada kehidupan sosial.
Teori Marxisme merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini
tertuang dalam buku Manisfesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan Friedrich
Engels. Marxisme sebenarnya bentuk protes Marx terhadap paham kapitalisme. Ia
menganggap bahwa kaum kapital mengumpulkan uang dengan mengorbankan kaum
proletar. Sedangkan kondisi kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa
bekerja berjam-jam dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya
dinikmati oleh kaum kapitalis. Akibatnya banyak kaum proletar yang harus hidup
di daerah pinggiran dan kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini timbul karena
adanya "kepemilikan pribadi", dan penguasaan kekayaan yang didominasi
orang-orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum proletar, Marx berpendapat bahwa
paham kapitalisme harus diganti paham komunisme. Sebab bila kondisi ini terus
dibiarkan, menurut Marx, kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan.
Inilah dasar munculnya ajaran marxisme.
Dalam mengemukakan teori ini, Marx sangat dipengaruhi oleh Ajaran
Hegel. Bahkan sampai saat ini pun kalangan Marxis masih menggunakan terminologi
Hegel. Marxisme menjadi landasan banyak filosofi sesudahnya dan menjadi dimensi
filosofi zaman modern yang tidak dapat diabaikan begitu saja, salah satu
alasannya karena Marxisme merupakan sistem pemikiran yang amat kaya. Marxisme
memadukan tiga tradisi intelektual yang masing-masing telah sangat berkembang
saat itu, yaitu filsafat Jerman, teori politik Perancis, dan ilmu ekonomi
Inggris.
Pada era
filsafat juga terdapat aliran-aliran sebagai berikut:
1. Positivisme
Istilah positivisme pertama-pertama digunakan oleh Saint Simon dan
baru kemudian disebarkan oleh Auguste Comte. Inti pemikirannya adalah menolak
segala pemikiran kefilsafatan dan teologi. Timbulnya positivisme merupakan
kelanjutan dari perkembangan zaman modern tengah. Positisvisme, dengan pengaruh
dari Evolusionisme, telah menempatkan ilmu-ilmu alam sebagai kekuatan dalam
memperkuat cita-cita untuk menguasai hukum-hukum perkembangan. Positivisme
telah memacu lahirnya perkembangan ilmu-ilmu positif (sains). Hukum positivisme
bersifat membatasi pada dasar hukum-hukum penyebaban dan hukum materialisme
sebagai jantung keilmuan. kultur positivisme yang sifatnya materialisme telah
membawa akibat besar terhadap pengabaian kodrat hidup dan kehidupan manusia.
Kultur positivisme menunjung tinggi ilmu-ilmu fisika alam yang eksperimental
(sains) sebagai satu-satunya ilmu pengetahuan.
2.
Evolusionisme
Evolusionismedisamping berpengaruh terhadap positivisme, juga sangat dipengaruhi
oleh positivisme. Evolusionisme mengajarkan bahwa kehidupan kultural baik
dibidang ilmu pengetahuan maupun mengenai manusia dan masyarakatnya bersifat
evolutif. Tokoh- tokohnya yang sangat terkenal adalah Darwin, Spencer, Huxley,
dan lainnya.
Para
pemikir evolusionisme ini berusaha untuk dapat menemukan hukum-hukum
perkembangan alam dengan pasti. Perkembangan evolusionisme ini kemudian hari
telah membuat ilmuan untuk mengadakan perbedaan antara evolusionisme natural
dan evolusionisme sosial. Lingkupnnya
yang satu adalah gejala-gejala alam, sedangkan yang lain adalah gejala-gejala
kemasyarakat.
Herbert Spencer
adalah tokoh yang menerapkan usaha Evolusionisme natural ke dalam analisisnya
mengenai kebudayaan, peradaban, dan masyarakat. evolusionisme yang semulanya
hanya mencangkup gejala-gejala alam, dalam perjalanannya mulai menjamah kepada
masalah-masalah kemanusiaan, masyarakat dan kebudayaan. Meskipun demikian,
evolusionisme Darwin dan Spencer telah menempatkan ilmu-ilmu alam sebagai
kekuatan satu-satunya dalam memperkuat cita-cita perkembangan kehidupan
manusia.
3.
Positivisme
Positivisme,disamping memacu evolusionisme, juga memacu pertumbuhan psikologis
sebagai ilmu modern. Psikologi awalnya sangat terkait erat dengan filsafat dan
teologi, tetapi kemudian memisahkan diri. Konsep-konsep pemikirannya yang
terkait erat dengan filsafat dan teologi pada waktu itu adalah mengenai dosa,
hawa nafsu, dan pengaruh badan terhadap jiwa. Perkembangan pemikiran ini
akhirnya sangat berpengaruh pila terhadap aspek kultural yang sifatnya
terlepas-lepas dan serba menekan. Perkembangannya dikemudian hari, psikologi
pun menjadi beraneka ragam seperti, munculnya “behaviorisme:, “gestal”,
“psikologi pembangunan”, “ psikologi agama”,”psikologi sosial”, dan bahkan
sampai kepada “ psikologi perusahaan.
4.
Sosiologisme
Inti pandangan sosiologisme ini adalah keyakinan yang begitu kuat
bahwa sosiologi merupakan sumber segala kepastian dan kebenaran.
5.
Determinisme
Positivisme terus berkembang membentuk determinisme secara
sektoral. Akibatnyan, muncullah determinisme yang bersifat psikologis,
ekonomis, teologis, maupun sosiologis dan sebagainya.
6.
Materialisme
Aliran filsafat materialism memandang bahwa realitas yang ada
seluruhnya adalah materi belaka . Dalam pandangan materialisme tentang manusia
bahwa manusia adalah benda, seperti halnya kayu dan batu yang pada
akhirnya akan kembali kebentuk material asalnya
7.
Fragmatisme.
Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renainsans dan
masa pencerahan. Masa Renainsans (abad ke-14 hingg ke-17) dan masa pencerahan
(abad ke 18) adalah periode yang menjembatani abad pertengahan ke abad modern. [5]
IV.
KESIMPULAN
Periode ini umumnya dibagi menjadi dua yakni masa Renainsans dan
masa pencerahan. Masa Renainsans (abad ke-14 hingg ke-17) dan masa pencerahan
(abad ke 18) adalah periode yang menjembatani abad pertengahan ke abad modern.
Pemikir-pemikir besar zaman renainsans adalah machiavelli (1469-1527), Gallileo
Gallilei, Francis Bacon. Dan pemikir besar zaman pencerahan adalah immanuel
kant dan Georg Wihelm Friedrich Hegel (1770-1831). Dieara filsafat modern
munculnya berbagai aliaran-aliran pemikiran yaitu diantaranya: positivisme,
evolusionisme, psikologisme, sosiologis, determinisme, materialisme, fragmatisme.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat saya sampaikan,
sekiranya isi makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Saya mengharapkan kritik dan saran untuk
memperbaiki makalah yang selanjutnya. Mohom maaf apabila ada kesalahan dalam
makalah saya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
[1] Jalaluddin, Filsafat
Ilmu Pengetahuan, (jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2013), hal 57
[3]Aholiab, Watloly, Tanggung
Jawab Pengetahuan,
Yogyakarta, 2001, hal 66-71
[4]Yusuf Lubis, Akhyar, Filsafat Ilmu: Klasik hingga kontemporer,
Jakarta, 2014, hal 14
[5]http://adipustakawan01.blogspot.com/2013/06/awal-perkembangan-filsafat-modern.html
diakses pada tanggal 6 april 2015 pukul 20.00 wib