BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sikap atau attitude sudah sejak lama menjadi salah satu konsep yang
dianggap penting dalam Psikologi Sosial. Sikap
merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku sebagai reaksi atau respons
terhadap suatu rangsangan yang disertai dengan pendirian dan perasaan
seseorang. Dalam hal ini, sikap dan perilaku merupakan salah satu unsur yang
terdapat pada manusia. Keberadaannya kadang terlihat seiring dengan perilaku
kesehariannya, namun terkadang sulit juga ditebak. Dua hal ini merupakan
masalah psikologi yang kompleks.
Ketika para psikolog
sosial berbicara tentang sikap seseorang, mereka merujuk pada kepercayaan dan
perasaan yang terkait dengan seseorang atau suatu kejadian dan merujuk pada
suatu tendensi perilaku sebagai hasilnya. Melalui sikap, maka seseorang dapat
memberikan suatu cara yang efisien untuk menyesuaikan dunia. Oleh karena itu,
pemakalah akan sedikit menguraikan pembahasan mengenai sikap, baik struktur,
ciri-ciri maupun proses pembentukan dan pengubahan sikap.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian sikap dan struktur sikap?.
2.
Apa ciri-ciri dari sikap?.
3.
Bagaimana proses pembentukan dan pengubahan sikap?.
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk mengetahui pengertian sikap dan
struktur sikap.
2.
Untuk mengetahui cirri-ciri sikap.
3.
Untuk mengetahui proses pembentukan dan
pengubahan sikap.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Sikap
Secara historis, istilah sikap (attitude)
digunakan pertama kali oleh Herbert Specer ditahun 1862 yang pada saat itu
diartikan olehnya sebagai status mental seseorang (Allen, Guy, Edgley, 1980).[1] pada
tahun 1888 Large menggunakan istilah sikap dalam bidang eksperimen mengenai
respon untuk menggambarkan kesiapan subyek dalam menghadapi stimulus yang
datang tiba-tiba. Oleh Large, kesiapan (set) yang terdapat dalam diri individu
untuk memberikan respon itu disebut aufage atau task attitude.
Jadi menurut istilah Large, sikap tidak hanya merupakan aspek mental semata
melainkan mencakup pula aspek repons fisik. Dan ketika Thomas dan Znaniecki di
tahun 1918 (Allen, Guy, dan Edgley, 1980) mengatakan bahwa psikologi sosial
adalah studi ilmiah mengenai sikap, maka konsepsi sikap pun telah diterima
secara formal dalam dunia pengetahuan.
Puluhan definisi dan pengertian pada umumnya dapat
dimasukkan ke dalam salah satu diantara tiga kerangka pemikiran. Pertama,
adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis
Thurstone (1928), Rensis Likert (1932), dan Charles Osgood. Menurut mereka,
sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
teradap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable)
maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada
obyek tersebut (Berkowitz, 1972). Kedua, kelompok ini yang diwakili oleh
para ahli seperti Chave (1928), Bogardus (1931), La Pierre (1934). Menurut
kelompok pemikiran ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan
yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untukbereaksi dengan cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya respon.ketiga, menurut mereka konstelasi komponen-komponen
kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan,
dan berperilaku terhadap suatu obyek.
Manusia dapat mempunyai attitude terhadap
bermacam-macam hal. Misalnya bagi kaum Muslimin, daging babi adalah haram,
tidak disukai, dan dianggap kotor. Mungkin sekali seseorang yang betul-betul
besikap demikian apabila dikatakan bahwa ia sedang makan babi, ia akan
memuntahkannya. Ini adalah contoh mengenai sebuah sikap (attitude) terhadap makanan. Attitude
mungkin terarah pada benda-benda, orang-orang tetapi juga
peristiwa-peristiwa, pemandangan-pemandangan, lembaga-lembaga, norma-norma,
nilai-nilai dan lainnya.
A.
Sikap Sosial dan Sikap Individu
Manusia itu dilahirkan dengan sikap pandangan
ataupun sikap perasaan tertentu, tetapi sikap-sipat tersebut dibentuk sepanjang
perkembangannya. Attitude dapat dibedakan kedalam attitude sosial
dan attitude individual.[2] Attitude
sosial pernah dirumuskan sebagai berikut: Suatu attitude sosial yang
dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap
obyek sosial. Attitude sosial menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah
laku yang dinyatakan berulang0-ulang terhadap suatu obyek sosial, dan biasanya attitude
sosial dinyatakan tidak hanya oleh seseorang, tetapi juga oleh orang lain
yang sekelompok atau semasyarakat. Misalnya, penghormatan yang berkali-kali
dinyatakan dengan cara khidmat oleh sekelompok orang terhadap bendera,
menunjukkan adanya attitude kelompok tersebut terhadap benderanya..
Attitude individual berbeda dengan attitude sosial,
yaitu:
1.
Attitude individual dimiliki oleh seorang demi seorang
saja, misalnya kesukaan terhadap binatang-binatang tertentu.
2.
Attitude individual berkenaan dengan obyek-obyek yang bukan
merupakan perhatian sosial.
Attitude individual terdiri atas kesukaan dan ketidaksukaan
pribadi atas obyek, orang, binatang, dan hal-hal tertentu. Kita lambat-laun
mungkin memperoleh sikap suka atau tidak suka kepada seorang kawan atau seorang
pesaing, dan terdapat peristiwa-peristiwa penting kehidupan kita. Dan disinilah
attitude individual turut membentuk sifat pada pribadi diri kita
pribadi.
2. Ciri-Ciri Sikap
a.
Sikap tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan,
tetapi dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan
dengan obyeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat motif-motif biogenesis
seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat dan lain-lain penggerak kegiatan
manusia yang menjadi pembawaan baginya, dan yang terdapat padanya sejak
dilahirkan.
b.
Sifat dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat
dipelajari orang atau sebaliknya. Sikap dapat dipelajari sehingga sikap dapat
berubah pada seseorang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu
yang mempermudah berubahnya sikap pada orang itu.
c.
Sikap tidak akan berdiri sendiri, tetapi
senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain,
sikap terbentuk, dipelajari, atau berubah senantiasa berkaitan dengan suatu
obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
d.
Obyek sikap dapat merupakan satu hal tertentu,
tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi, sikap dapat
berkaitan dengan dengan satu obyek saja, tetapi juga berkaitan dengan sederat
obyek yang serupa.
e.
Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi
perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau
pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.[3]
Sikap mempunyai segi motivasi, berarti segi
dinamis menuju ke suatu tujuan, berusaha mencapai suatu tujuan. Sikap dpat
merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan dan
kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu.
Dalam hal ini, sikap juga berbeda dari tingkah
laku. Tingkah laku itu hanya merupakan kelangsungan tingkah laku yang otomatis
lberlangsung dengan sendirinya dan yang bermaksud untuk melancarkan atau
mempermudah hidup saja. Contoh : kebiasaan ber-saikerei (menghormati) setiap
hari Senin ke arah kediaman kaisar Jepang pada zaman pendudukan Jepang itu
belum berarti bahwa orang-orang yang melakukanna mempnyai sikap tertentu
terhadap Kaisar Jepang tersebut.
3. Struktur Sikap
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif
(affective), dan komponen konatif (conative). Berikut
penjelasannya:
a.
Komponen Kognitif (kepercayaan)
Komponen kognitif berisi kepercayaan seserang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Untuk
memperjelas, penulis mencontohkan isu mengenai lokalisasi pelacur sebagai suatu
obyek sikap. Dalam hal ini, komponen kognitif sikap terhadap lokalisasi pelacur
adalah apa saja yang dipercayai seseorang yang mengenai lokalisasi tersebut.
Seringkali dalam isu yang seperti ini, apa yang dipercaya seseorang itu
merupakan stereotipe atau sesuatu yang telah terpolakan dalam fikirannya.
Apabila telah terpolakan dalam fikiran bahwa pelacuran merupakan sesuatu yang
negati ata tidak baik, lepas daripada maksud dan tujuan diadakannya lokalisasi.
Tentu saja kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat.
Kadang-kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya
informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.
b.
Komponen Afektif (emosional)
Komponen afektif menyangkut masalah emosional
subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, kompnen ini
disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian
perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan
sikap.
Sebagi contoh, dua orang yang mempunyai sikap
negatif terhadap pelacur misalnya, yang seorang tidak menyukai pelacur dan
ketidaksukaannya ini berkaitan dengan ketakutan akan akibat perbuatan
pelacuran, sedangkan orang lain mewujudkan ketidaksukaanya dalam bentuk rasa
benci aatu jijik terhadap segala sesuatu yang menyangkut pelacur.
Reaksi emosional yang merupakan komponen afektif
ini ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai
benar dan berlaku bagi obyek tersebut. Bila kita percaya bahwa pelacuran akan
membawa kekotoran dan ancaman terhadap kesehatan, maka akan terbentuk perasaan
tidak suka atau afeksi yang ter-fevorabel terhadap pelacur.
c.
Komponen Konatif (perilaku)
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam
struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku
yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi
tertentu dan terhadap nstimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana
kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu adalah
logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk
tendensi perilaku terhadap objek. Contohnya, apabila orang percaya bahwa daging
kuda tidak enak rasanya, dan ia merasa tidak suka pada daging kuda, maka
wajarlah apabila ia tak mau makan daging kuda.
4. Pembentukan Sikap dan
Pengubahan Sikap
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang
dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan, dan lembaga
agama, serta faktor emosi dalam diri individu yang akan dijelaskan berikut ini:
a.
Pengalaman Pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut
membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.
Secara umum, pembentukan dan pengubahan sikap
dapat terjadi melalui empat cara, antara lain:
1. Adaptasi
2. Diferensiasi
3. Integrasi
4. Trauma
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya sikap, antara lain:
1. Faktor Intern, yaitu faktor yang terdapat pada diri orang yang
bersangkutan. Kita tidak dapat menangkap seluruh perangsang dari luar melalui
persepsi kita. Oleh karena itu, kita cenderung melakukan seleksi atas
rangsangan-rangsangan yang ada.
2. Faktor Ekstern, yaitu berasal dari luar diri orang yang
bersangkutan. Faktor ini, antara lain menyangkut:
a. Sifat objek yang
dijadikan sasaran sikap
b. Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap
c. Sifat orang-orang atau
kelompok yang mendukung sikap
d. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap
e. Situasi pada saat sikap
itu dibentuk
b.
Pembentukan dan Perubahan Sikap
Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya,
akan tetapi pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan
berkenaan dengan objek tertentu. Interaksi sosial di dalam kelompok maupun di
luar kelompok dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru. Yang
dimaksudkan interaksi di luar kelompok ialah interaksi dengan hasil kebudayaan
manusia yang sampai kepadanya melalui alat-alat komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, buku,
risalah, dan lain-lainnya. Tetapi pengaruh dari luar diri manusia karena
interaksi di luar kelompoknya itu sendiri belum cukup untuk menyebabkan berubahnya sikap atau
terbentuknya sikap baru. Faktor-faktor lain yang turut memegang peranannya
ialah faktor-faktor intern di dalam diri manusia itu, yakni selektivitasnya
sendiri, daya pilihnya sendiri, atau minat-perhatiannya untuk menerima dan
mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar dirinya itu. Dan faktor-faktor
intern itu turut ditentukan pula oleh motif-motif dan sikap lainnya yang sudah
terdapat dalam diri pribadi orang itu. Jadi dalam pembentukan dan perubahan
sikap itu terdapat faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern pribadi
individu yang memegang peranannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar